Total Tayangan Halaman

Sabtu, 30 Maret 2013

Masih sering LABIL-kah kita???



by: Heni (farohis '12)
Teman-teman pernah merasakan iman kita dalam keadaan sebaik-baiknya, berada dalam level tertinggi, ingat kehidupan akhirat, ingat akan dosa-dosa kita, takut akan siksa-Nya atau malah sangat turun drastis??? Terlena dengan kebahagiaan sesaat, berfoya-foya, bersombong atas diri sendiri, memanfaatkan waktu dengan kegiatan yang tidak bermanfaat, merasa seakan-akan kita akan hidup selamanya di dunia???

Hmm, itulah manusia. Kadang ada saatnya ingat, terkadang ada saatnya lupa. Mungkin ketika ada masalah, kita merasa lemah, tidak berdaya dan menginginkan tempat bersandar yaitu Allah SWT. Namun ada kalanya juga ketika hidup kita sudah berjalan normal, rezeki sudah berlebih, kebahagiaan sudah kita nikmati, cita-cita telah tercapai tapi ternyata kita justru lupa dengan Sang Pemberi. Kita malah berfoya-foya, menghambur-hamburkan uang, menghabiskan waktu dengan kegiatan yang tidak bermanfaat, lupa tidak bersyukur bahkan terkadang kita terlena akan aktifitas kita sehingga meninggalkan kewajiban dan ibadah kita. Astagfirullah.

Menurut artikel yang pernah aku baca, pengaruh naik turunya iman kita banyak sekali. Ada pengaruh dari dalam diri kita sendiri, ada juga pengaruh dari luar, seperti lingkungan tempat tinggal, teman bergaul dll.

Pertama pengaruh dari dalam diri kita sendiri, misalnya ketika kita mengikuti pengajian-pengajian, kegiatan yang di dalamnya terdapat acara renungan (mungkin ini sudah sering kita alami baik dalam kegiatan-kegiatan di SMA dulu, maupun kegiatan di kampus teman-teman saat ini) saat kita hanyut dalam kekhusyukan beribadah, ingat mati, ingat akan dosa-dosa yang selama ini telah di lakukan maka yang kita rasakan adalah selalu ingat pada-Nya.

Sebaliknya kita akan lupa saat keinginan kita, do’a dan harapan kita telah dikabulkan-Nya, rezeki yang cukup, maka kita terlena dan lupa akan kewajiban-kewajiban kita kepada-Nya. Disitulah saat kondisi iman kita naik turun yang pengaruhnya dari dalam diri kita sendiri.

Yang kedua, pengaruh dari luar. Misalnya, saat kita mendengarkan ceramah, membaca buku-buku islami, melihat bencana alam di sekitar kita maka iman kita pun tumbuh seiring tergugahnya jiwa rohani kita. Sebaliknya, ketika teman-teman kita mengajak bersenang-senang, larut dalam kebersamaan melaksanakn hobi, membicarakan keburukan-keburukan orang lain maka setan akan dengan mudahnya membisikan ajakan-ajakan untuk meninggalkan kewajiban dan mengacuhkan larangan-Nya. Disinilah pengaruh dari luar berperan.
Nah, apakah kita temasuk orang yang masih sering merasa ”LABIL” ???
Iman kita masih sering naik turun??
Semua jawaban ada pada diri teman-teman sendiri.

Lalu, bagaimana CARA agar keimanan kita tersebut tidak terlalu sering turun??

Lagi-lagi menurut artikel yang aku baca (Maklum, masih membutuhkan banyak referensi untuk menjadikan tulisan ini bermanfaat :D). Masih banyak lagi tentunya cara-cara yang bisa kita lakukan untuk menyikapi keadaan LABIL ini (teman-teman bisa searching sendiri..hehehe)

Maka jawabanya adalah STABILKAN tingkat iman kita pada tingkat yang mendekati tinggi, upayakan tingkat iman terendah kita pada posisi pertengahan, dan selebihnya raihlah tingkat iman tertinggi kita dengan selalu bercermin pada orang-orang sholeh disekitar kita.

”Iman itu kadang naik kadang turun, maka perbaharuilah iman kalian dengan la ilaha illallah”(HR.Ibnu Ibban)

Semoga kita termasuk orang-orang yang beruntung karena kesabaranya berjuang menjaga iman dan mempertahankan iman. AmiinKeep Istiqomah KAWAN. :)

Jumat, 29 Maret 2013

ORANG PINTAR



by: Danang (farohis '12)
HARI ini, Jumat, 29 Maret 2013 sepeti hari jumat-jumat lain, aku malaksanakan kewajibanku sebagai seorang muslim pergi menunaikan ibadah shalat jumat berjamaah. Tapi ada yang unuik pada jumat kali ini, pertama aku shalat jumat di masjid al-barokah, ini adalah masjid yang terletak di sisi barat asrama UI, padahal aku biasanya shalat jumat di masjid yang di belakang asrama, namanya aku lupa.. hehe J muali dari awal berangkat, dengan langkah yang tak pasti, karena niatannya emang nyari suasana baru, akhirnya clingak-clinguk memperhatikan kanan-kiri memperhatikan orang lain yang mau pergi ke masjid, ya Karena aku belum tau posisi masjid tersebut di atas tadi. Akhirnya sampailah di masjid Al-Barokah tadi.

Aku pun msuk dan shalat 2 rakaat sebagai pentuk penghormatan atas rumah Allah, shalat sunnah masuk masjid (kalo gk salah gitu). Dan upacara shalat jumat dimulai, diawalai dengan pengumuman tetnatang, pertama himpauan agar meluruskan shof waktu shalat dan mengisi posisi shof yang depannya agar nanati kalo yang dating belakangan tidak lewat-lewat di depan kita. Kedua, tentang khotib dan imam, ketiga tentang pengumuman pengajian kuliah subuh besok sabtu, keempat, tentang larangan bagi anak-anak untuk berlari-larian saat khitob khutbah, dan terahir tentang men-cilent hp. Demikian pengumuman yang berlangsung hampir kurang lebih 5 menit. Kemudian khotib naik mimbar member salam, dan muadzin mengumandangkan adzan. Ini adalah prosedur Upacara Shalat Jumat bukan ala ketika aku di kampung yang memakai 2 adzan.

Kemudian apa hubungannya dengan judulnya “ORANG PINTAR”. Nah setelah ini kan masuk acara inti nih, khutbah jumata. Disinilah yang saya maksudkan dengan judul di atas, “orang pintar” adalah inti dari khutbah jumat kali ini. Ya walaupun judul yang dibilang oleh khotib bukan orang pintar sih, itu hanya kesimpulan yang saya ambil secara pribadi, hehe :D . Lalu apa yang dimaksud dengan orang pintar dalam konteks kali ini? Nah, ini jawabannya… J

Khotib berkata bahwa Rosulullah SAW pernah bersabda (tidak tepat kaya gini kalimatnya, hanya sata sampaikan apa yang tertangkap di pikiran saya) bahwa orang yang pandai adalah orang yang ingat akan kematian dan ia mempersiapkan dirinya untuk kehidupan akhirat kelak. Mungkin kita sudah ribuan kali mendengar jargin “ingat mati setiap saat” tapi itu memang benar. Kita hidup semua yang hidup di dunia pasti akan menghadapi kematian. Seperti hanya firman Allah SWT dalam QS. Al ankabut 29 ; 57



57. tiap-tiap yang berjiwa akan merasakan mati. kemudian hanyalah kepada Kami kamu dikembalikan.

Sehingga sebagai hamba makhluk hidup, kita harus mempersiapkan diri kita sebaik-baiknya untuk menyambut kematian tersebut. Karena apa? Kita hidup si dunia ini hanya sebentar, rata-rata bagi orang Indonesia hanya sekitar 60-70 tahun sedangkan kehidupan di alam akhirat adalah SELAMANYA. Sehingga dengan waktu yang singkat itu, kita mesti mempersipakannya sebaik mungkin. Tapi kita pasti bertanya-tanya, bagaimana cara mempersiapkannya? Apa yang harus dilakukan?? Bingun kan..? pasti bingung, saya aja juga bingung waktu baut tulisan ini, hehe J . caranya sebenarnya mudah, cukup dengan taqwa.

Apa yang dimaksud taqwa? Taqwa secara sederhana adalah menjalankan apa-apa yang Allah Perintahkan dan menjauhi apa-apa yang Allah larang. Cukup mudah bukan, ternyata tidak.  Untuk bertaqwa, hal yang pertama yangmesti kita punya adalah  iman. Iman sendiri berarti percaya, percaya pada apa? Tentu saja percaya tentang keberadaan Allah sebagai pencipta kita, sang kholiq. Tapi saya sendir merasa bahwa menjaga kualitas iman agar tetap baik itu sangatlah mudah, jika dalam bahasa praktikum fisika dasar, iman itu selalu mengalami fluktuasi,  naik turun tak menentu. Akhirnya saya putuskan untuk bertanya kepada seorang sahabag “gmn sih cra menjga iman agr tetp baik itu” (maklum lwt sms itu tanyanyaJ). Sahabatku tersebut menjawab, “wah susah jg itu buatku sobat… iman itu memang naik trun sih, perbnyak istqfar aja sob, hmm ngaji itu jg penting, tolabul ‘ilmi, walaupun memang banyak golongan yg bikin pusing, lakukan sgala sesuatu ikhlas krn Allah, ortu itu jga duniawi lho, coba deh terkadang saat lagy galau kyk ngomong sendiri ke Allah, insyaAllah bkalan lbh lega kok sob, (y) “

Gmn, super sekali bukan… J  trus satu lagi pertanyaan, kapan sih kamtian itu dating? Nah, ini akan terjawab dengan menengok QS. Al Luqman 31:34



34. Sesungguhnya Allah, hanya pada sisi-Nya sajalah pengetahuan tentang hari Kiamat; dan Dia-lah yang menurunkan hujan, dan mengetahui apa yang ada dalam rahim. dan tiada seorangpun yang dapat mengetahui (dengan pasti) apa yang akan diusahakannya besok[1187]. dan tiada seorangpun yang dapat mengetahui di bumi mana Dia akan mati. Sesungguhnya Allah Maha mengetahui lagi Maha Mengenal.

[1187] Maksudnya: manusia itu tidak dapat mengetahui dengan pasti apa yang akan diusahakannya besok atau yang akan diperolehnya, Namun demikian mereka diwajibkan berusaha.

Nah, itu jawabannya, kematian itu bisa dating kapan saja, dimana saja, dan menimpa siapa saja tanpa pandang bulu. Ketika telah tiba gilirannya mati, maka tak ada yang dapat mencegahya. Oleh karena itu orang yang pintar adalah orang yang senantiasa memperispkan dirinya untuk mempersiapkan kematian yang bisa dating kapan saja. Sehingga diharapkan setiap saat kita selalu ingat mati.

Tapi walau sebenarnya yang terpenting bukan ingat pada kematiannya sih, tapi lebih pada ingat kepada sang kholiq, Allah SWT. Itu hanya sebagai sarana pembantu. Dan tujuan kita hidup dan diciptakan adalah juga untuk menyembah kepada pencipta kita, serta nikmat yang paling besar ketika di akhirat itu bukanlah surge, melainkan tdi itu… berjumpa dengan pencipta kita, sang kholiq, ALLAH SWT.
### SEKIAN ###


danser
57. Tiap-tiap yang berjiwa akan merasakan mati. Kemudian hanyalah kepada Kami kamu dikembalikan.

Senin, 18 Maret 2013

Hukum Pacaran ??



By: Sigit (farohis '12)
Keragu-raguan sering menghambat seseorang untuk menjalankan atau meninggalkan suatu jenis perbuatan. Demikian pula yang dialami remaja muslim kini, keraguan akan halal/haramnya pacaran membuat kebanyakan mereka tetap tenang-tenang saja menjalin hubungan dengan cara satu ini. Lalu bagaimana sebenarnya Islam memandang pacaran? Halal/haram? Mari kita telaah baik-baik.
Pertama, pacaran dapat tergolong dalam tindakan ‘mendekati zina’ yang jelas sekali larangannya. Sebagaimana ayat Al-Qur’an yang berbunyi:
Dan janganlah kamu mendekati zina; sesungguhnya zina itu adalah suatu perbuatan yang keji dan suatu jalan yang buruk.” (Al-Isra ayat 32)
Tak jarang kita temui remaja yang pada akhirnya terjebak dalam zina setelah berpacaran. Betapa banyak kita jumpai muda-mudi yang married by ‘accident’ lantaran kebablasan pacaran. Na’udzubillah! Inilah mengapa kita golongkan pacaran sebagai satu perbuatan yang mendekati zina. Mendekati saja dilarang apalagi terang-terangan berzina!?
Lebih dari itu dalam beberapa hadist dikatakan zina itu ada bermacam-macam, bukan hanya zina farji.
Sebagaimana hadits yang diriwayatkan dari Abu Hurairah r.a. dari Nabi Muhammad SAW bersabda, “Sesungguhnya Allah menetapkan atas anak Adam bagiannya dari zina-zina. Maka zinanya mata dengan memandang (yang haram), zinanya lisan dengan berbicara. Sementara jiwa itu berangan-angan dan berkeinginan, sedangkan kemaluan yang membenarkan semua itu atau mendustakannya.(HR Al-Bukhori no 6243 dan Muslim no. 2657)
Memandang saja bisa jadi haram bila tidak tahu ilmunya.
Katakanlah (Muhammad) kepada laki-laki yang beriman, ‘hendaklah mereka menahan sebagian pandangan mata mereka dan memelihara kemaluan mereka, yang demikian itu lebih suci bagi mereka. Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui apa yang mereka perbuat.’ Dan katakanlah kepada wanita-wanita yang beriman, ‘hendaklah mereka menahan sebagian pandangan mata mereka dan memelihara kemaluan mereka…” (An-Nur ayat 30-31)
Aku pernah bertanya kepada Rasulullah SAW tentang pandangan tiba-tiba (tanpa sengaja), maka beliau memerintahkan aku untuk memalingkan pandanganku.” (HR Muslim no. 5609)
Lalu bagaimana dengan orang yang pacaran? Bagi mereka saling memandang sudah menjadi hal biasa, bahkan mungkin tergolong dalam hal paling sepele yang biasa dilakukan orang berpacaran. Sebagian mereka bahkan sudah membiasakan diri dengan pegangan tangan, peluk-pelukan bahkan bangga bila sudah mampu ‘ciuman’.Na’udzubillah! Padahal berjabat tangan dengan bukan mahramnya sudah tergolong satu perbuatan yang diharamkan.
Dari Ma’qil bin Yasar bin Nabi SAW, beliau bersabda, “Sesungguhnya ditusuknya kepala salah seorang dari kamu dengan jarum besi itu jauh lebih baik daripada ia menyentuh wanita yang tidak halal baginya.” (HR. Thabrani dan Baihaqi)
Dari Asy-Syabi bahwa Nabi saw. ketika membai’at kaum wanita beliau membawa kain selimut bergaris dari Qatar lalu beliau meletakkannya di atas tangan beliau, seraya berkata, “Aku tidak berjabat (baca: menyentuh) tangan dengan wanita.” (HR Abu Daud dalam al-Marassi)
Dari dalil-dalil di atas tentunya bagi orang yang benar-benar mengharapkan kebenaran telah mengetahui secara pasti bagaimana hukumnya pacaran. Yang jadi pertanyaan harusnya bukan lagi mengenai halal-haramnya pacaran namun bagaimana menjauhkan remaja muslim kita dari budaya yang telah jelas kemudharatannya ini. Wallohu a’lam bisshawwab

Minggu, 17 Maret 2013

ENGKAU & HAWA NAFSU


by: Rizal (farohis '12)

      Seorang muslim haruslah merenung dan selalu introspeksi mengenai pengaruh hawa nafsu terhadap dirinya Andaikan sampai berita kepadamu bahwa seseorang mencaci maki Rasulullah Shallallahu 'Alaihi Wa Sallam. Kemudian orang lain mencaci Nabi Daud Alaihis Salam. Sedangkan orang yang ketiga mencaci maki Umar atau Ali Radhiallahu 'anhuma, dan orang yang keempat mencaci maki gurumu, serta orang yang kelima mencaci maki guru orang lain.

      Apakah kemarahan dan usahamu untuk memberikan hukuman dan pelajaran kepada mereka  telah sesuai dengan ketentuan syariat? yaitu, kemarahanmu kepada orang pertama dan kedua hampir sama. Tetapi jauh lebih keras jika dibandingkan dengan yang lainnya. Kemarahanmu kepada orang ketiga harus lebih lunak dibandingkan dengan yang awal, akan  tetapi harus lebih keras dibandingkan dengan yang sesudahnya. Kemarahanmu kepada orang keempat dan kelima hampir sama, akan  tetapi jauh lebih lunak jika dibandingkan dengan yang lainnya. 

      Misalkan engkau memperhatikan suatu masalah dimana ulama idolamu mempunyai suatu pendapat tentangnya, dan ulama lain menyalahi pendapat tersebut. Apakah hawa nafsumu yang lebih berperan dalam mentarjih (menguatkan) salah satu dari dua pendapat tadi ? Ataukah engkau menelitinya supaya dapat diketahui mana yang lebih rajih diantara keduanya dan engkau dapat menjelaskan  kerajihannya tersebut. (Syaikh Ali Hasan Ali Abdul Hamid mengomentari ucapan diatas: "Janganlah sekali-kali engkau mencari yang rajih bagi salah satu dari dua pendapat itu semata-mata karena orang yang mengucapkan adalah orang yang engkau kagumi.

      Perbuatan ini adalah perbuatan muqallid yang jumud. Hati-hatilah kamu jangan seperti mereka  ! Dan merupakan karunia Allah Shuhanahu wa Ta'ala, banyak dari umat ini yang telah meninggalkan fanatik madzhab, akan  tetapi datang penggantinya yang  lebih dahsyat dan lebih memilukan, yaitu fanatik kelompok ! Kami memohon pertolongan kepada Allah, dan tidak ada kekuatan kecuali dengan pertolonganNya." 

      Misalkan pula engkau membaca sebuah ayat maka nampak bagimu bahwa ayat tersebut sesuai dengan ucapan ulama idolamu. Kemudian engkau membaca ayat  yang lain dan nampak olehmu  dari ayat  tersebut menyalahi ucapan yang lain dari ulama tersebut. Apakah engkau berusaha mencari kejelasan tentang dua ayat  tersebut yaitu dengan mengkajinya secara seksama, ataukah engkau bersikap tidak perduli, dan tetap taklid kepada ulama idolamu tadi ?

      Misalkan pula ada seseorang yang engkau cintai dan yang lain engkau membencinya. Keduanya berselisih dalam suatu masalah, kemudian engkau dimintai pendapatmu oleh orang lain tentang perselisihan tersebut. Ketika engkau meneliti permasalahan tersebut, apakah hawa nafsumu yang berperan sehingga engkau memihak orang yang engkau cintai?

      Misalkan pula engkau mengetahui seseorang berbuat kemungkaran dan engkau berhalangan untuk mencegahnya. Kemudian sampai berita kepadamu ada orang lain yang mengingkari orang tersebut dengan kerasnya. Maka apakah anggapan baikmu terhadap pengingkaran tersebut akan  sama apabila yang mengingkari itu temanmu atau musuhmu, begitu pula bagaimana sikapmu apabila yang diingkari itu temanmu atau musuhmu?

      Periksalah dirimu ! Engkau akan  dapatkan dirimu sendiri ditimpa musibah berupa perbuatan maksiat atau kekurangan dalam hal dien. Juga engkau dapati orang yang kau benci ditimpa musibah berupa perbuatan maksiat dan kekurangan lainnya dalam syariat yang tidak lebih berat dari maksiat yang menimpamu. Maka apakah engkau dapati kebencian kepada orang tersebut sama dengan kebencianmu terhadap dirimu sendiri? Dan apakah engkau dapatkan kemarahanmu kepadanya?

      Sesungguhnya pintu-pintu hawa nafsu tidak terhitung banyaknya. Saya mempunyai pengalaman pribadi ketika memperhatikan satu permasalahan yang saya anggap hawa nafsu tidak ikut campur didalamnya. Saya mendapatkan satu pengertian dalam masalah tersebut, lalu saya menetapkannya dengan satu ketetapan. Setelah itu saya melihat sesuatu yang membuat cacat ketetapan tadi, tetap saja saya gigih mempertahankan kesalahan tersebut dan jiwaku menyuruhku untuk memberikan pembelaan dan menutup mata, serta menolak untuk mengadakan penelitian lebih lanjut secara mendalam. Hal ini dikarenakan ketika saya menetapkan pengertian pertama yang saya kagumi itu, hawa nafsu saya condong untuk  membenarkannya. Padahal belum ada seorangpun yang tahu akan  hal ini. Maka bagaimana jika sekiranya hal tersebut sudah saya sebar luaskan ke khalayak ramai, kemudian setelah itu nampak olehku bahwa pengertian tersebut salah? 

      Bagaimana pula apabila kesalahan itu bukan saya sendiri yang mengetahuinya melainkan orang lain
 yang mengkritikku? Maka bagaimana pula jika orang yang mengkritik tersebut adalah orang yang aku benci? Hal ini bukan berarti bahwa seorang muslim dituntut untuk tidak mempunyai hawa nafsu, karena hal ini diluar kemampuannya. Tetapi kewajiban seorang muslim adalah mengoreksi diri tentang hawa nafsunya supaya dia mengetahui kemudian mengekangnya dan memperhatikan dengan seksama dalam hal kebenaran sebagai suatu kebenaran. Apabila jelas baginya bahwa kebenaran itu menyalahi hawa nafsunya, maka dia harus mengutamakan kebenaran daripada mengikuti hawa nafsunya.

      Seorang muslim terkadang dalam mengawasi hawa nafsunya. Ia bersikap toleran terhadap kebatilan sehingga akhirnya ia condong kepada kebatilan dan membelanya. Dia menyangka bahwa dirinya menyimpang dari kebenaran. Dan menyangka bahwa dirinya tidak sedang memusuhi kebenaran. Dan ini hampir tidak ada yang selamat darinya kecuali orang yang dipelihara oleh Allah Shuhanahu wa Ta'ala.

      Hanya saja manusia bertingkat-tingkat dalam sikapnya terhadap hawa nafsu. Diantara mereka  ada yang sering terbawa arus hawa nafsunya sampai melampaui batas sehingga orang yang tidak mengetahui tabiat manusia dan pengaruh hawa nafsu yang demikian besar menyangka bahwa orang tadi melakukan kesalahan yang fatal dengan sengaja. Diantara manusia ada yang dapat mengekang hawa nafsunya sehingga jarang mengikuti hawa nafsunya. Oleh sebab itu barangsiapa yang sering membaca buku-buku dari penulis yang sama sekali tidak menyandarkan ijtihad mereka  kepada Al-Qur'an dan As Sunnah, maka dia akan  mendapatkan  banyak keanehan. Hal ini tidak mudah diketahui kecuali oleh orang-orang yang hawa nafsunya tidak condong kepada buku-buku tersebut, tetapi condong kepada kebenaran. Kalau hawa nafsunya cenderung kepada buku-buku tersebut bahkan ia sudah dikuasai hawa nafsunya, maka dia menyangka bahwa orang-orang yang sependapat dengannya itu terbebas dari mengikuti hawa nafsu, sedangkan orang-orang yang bertentangan dengannya adalah orang-orang mengikuti hawa nafsu. Orang salaf dahulu ada yang  berlebihan dalam mengekang hawa nafsunya sampai ia terjerumus ke dalam kesalahan pada sisi yang lain. 

      Seperti seorang hakim yang mengadili dua orang yang berselisih, orang yang pertama adalah saudara kandungnya sedangkan yang kedua adalah musuhnya. Ia berlebihan di dalam mengekang hawa nafsunya sampai ia mendzalimi saudara kandungnya sendiri. Ia seperti orang yang berjalan di tepi jurang yang curam di kanan kirinya, berusaha menghindar jurang yang disebelah kanannya namun berlebihan sehingga ia terjatuh ke dalam jurang yang disebelah kirinya.
Sumber :

Ma laa yasa'u Al Muslimu Jahluhu min Dhzruriyat At Tafakkur (Nukilan dari buku "Al Qaid Ila Tashih Al Aqa'id")

As-Sunnah???


by: Ninik(farohis '12)
Bismillahhirrohmanirrohiim….
 “Sesungguhnya orang2 yang beriman itu adalah mereka yang apabila disebut nama Allah gemetarlah hati merekaa, dan apabila dibacakan kepada mereka ayat-ayatNya, bertambahlah iman mereka (karenanya) dan kepada Tuhanlah dan kepada Tuhanlah mereka bertawakal”[ QS. Al-Anfal 8: 2]
 “Katakanlah (Muhammad), Jika kamu (benar-benar) mencintai Allah, ikutilah aku (Rosul), niscaya Allah mengasihi dan mengampuni dosa-dosamu.” Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang” [QS. Al-Imron: 31]
Saat Pelajaran Agama Islam di SMA kita sudah belajar mengenai 3 sumber hukum Islam, antara lain: Al Qur’an, Al Hadist/As-Sunnah dan Itihad. Nah disini kita akan mengulas mengenai Sunnah. Temen-temen tau gak apa itu Sunnah? Jangan2 sudah berislam selama hampir 20 tahun kita gak tau lahgi apa yang dimaksud dengan sunnah. Atau malah kita cuman denger apa yang dinamakan sunnah itu waktu khotbah atau pengajian di masjid? Atau jangan2 kita sering berpikir, buat apa sih ada sunnah segala! Toh ada Al Qur’an. Na’udzubillah…
Sunnah itu adalah segala yang datang dari Nabi Rasulullah shallallahu’alaihi wassalam baik berupa ucapan, maupun perbuatan dan sifat. As-Sunnah dalam kehidupan kita sebagai seorang muslim sangatlah penting. Allah telah berfirman dalam Al Qur’an;
 “Barangsiapa yang menaati Rasul itu, sesungguhnya ia telah menaati Allah……” [QS. AnNisa’:80]
 “Sesungguhnya telah ada pada diri Rasululloh itu suri tauladan yang baik bagimu (yaitu) bagi orang yang mengharap (rahmat) Allah dan (kedatangan) hari kiamat dan dia banyak menyebut Allah” [QS. Al-Ahzab: 21]
Allah  telah menyebutkan secara tegas pada kedua ayat diatas betapa pentingnya sunnah itu. Sifat2 Rosululloh yang merupakan suri tauladan dapat menuntun kita menjadi pribadi muslim yang insyaAlloh bermanfaat dunia akhirat.
Bagaimana syariat2 Islam seharusnya dilaksanakan dapat pula kita pelajari dari As-Sunnah. Misal, dalam beberapa ayat Allah telah memfirmankan kepada umat muslim untuk sholat. Namun pada AlQur’an sendiri tidak disebutkan apa yang dimaksud dengan sholat itu sendiri. Nah, ini nih fungsinya dari As-Sunnah., sebagai penjelas dari Al Qur’an.  Dalam berbagai hadist baik yang shohih maupun yang hasan/jayyid (baik), Rosululloh menunjukkan berbagai gerakan sholat yang ahsannya ditiru oleh umat muslim sedunia.
Serta bagaimana seharusnya sikap seorang muslim dapat kita pelajari dari sifat2 Rosululloh. Adab makan, adab masuk dan keluar kamar mandi, adab tidur. Adab2 ini memiliki segi positif. Hmm, contohnya buat temen-temen yang tidurnya ngorok nih. Tenang aja, gak usah susah2 buat akupuntur atau minum obat-obatan untuk menghilangkannya. Cukup satu hal yang perlu anda lakukan, tidurlah dengan menghadap kearah kanan, insyaAllah akan hilang dengan sendirinya. Inilah salah satu , keutamaan dari mengikuti sunnah Rosul. *dikutip dari kata2 Ust.Arifin Badri 
Jikalau kita membaca siroh nabawi maupun sirah sahabat kita akan lebih tau mengenai  sifat Rasululloh yang benar2 menyentuh hati pembacanya. Subhanallah, betapa Islam ini telah memberikan yang terbaik bagi setiap pengikutnya dan begitu banyak manfaat dalam berbagai segi. Allohu’alam.
“Tidak akan beriman salah seorang dari kalian, sampai aku (Rosul) ini dicintai melebihi bapaknya, anaknya, dan seluruh manusia” (HR. Muslim dan Bukhori)

Jumat, 08 Maret 2013

Mukmin Musiman

by: Sigit(farohis '12)

Pernah liat pedagang musiman? Saat musim rambutan dia jualan rambutan. Saat bulan puasa ganti jualan kurma. Saat musimnya lebaran ganti lagi jadi penjual petasan. Jadi mirip bunglon ya? bisa berganti-ganti profesi sesuai tuntutan zaman :D

Memang mungkin bisa dapat keuntungan cukup banyak. Namun bagi orang China (yang katanya mahir dagang) bisnis seperti ini tidak akan berkembang. Lebih baik bisnis kecil-kecilan tapi konsisten ketimbang harus berganti-ganti seperti pedagang musiman. Kenapa? Karena bisnis yang kecil masih memungkinkan untuk terus berkembang menjadi besar (naik level), sedangkan bisnis musiman bagaimana hendak berkembang bila tiap waktu ganti ‘muka’, otomatis tak punya ‘produk’ yang akan menjadi keunggulannya.

Yang kita bicarakan disini tak jauh berbeda dengan pembahasan pedagang musiman seperti di atas. Tak hanya pedagang, fenomena mukmin musiman pun akhir-akhir ini sering kita temui di kehidupan sekitar kita. Banyak yang sering bermuka dua ketika hidup di masyarakat. Kadang menampilkan sosok agamisnya, namun di lain kesempatan justru berbalik menyerangnya, yah sesuai tuntutan zaman seperti si pedagang musiman.

Walhasil, tak jarang kita temukan ketika bulan Ramadhan banyak artis yang turut berpenampilan islami, sampai-sampai membuatkan lagu religi. Namun di bulan-bulan lain kembali membuat lagu-lagu yang justru bertentangan dengan nilai-nilai islami, seakan-akan lagu religi sekedar sebagai dagangan musiman baginya. Tak jarang kita lihat aktivis muslim di parpol tertentu ketika datang hari raya idul fitri berbondong-bondong mengucapkan selamat, namun anehnya ketika datang hari raya agama lain pun dengan entengnya memberikan ucapan ‘selamat’ dengan dalih toleransi.

Tak jarang pula kita temukan pemuda yang menjalankan sholat lima waktu (masih mending menjalankan), namun ternyata berbuat curang saat ujian (mencontek, dll). Terkadang pula kita temukan akhwat yang sudah berjilbab namun masih saja ‘doyan’ pacaran. Bagi orang-orang liberal fenomena-fenomena seperti ini justru dijadikan amunisi untuk menyerang dan menjelekkan syariat Allah. Tidak benar pula, ketika yang salah manusianya namun yang disalah-salahkan malah syariatNya.

Allah telah menetapkan syariat sebaik-baiknya, namun kitanya saja yang masih belum memahaminya. Untuk itu penting sekali untuk menjalankan ayat yang satu ini  “Masuklah kedalam Islam secara menyeluruh” (Al Baqarah 208)

Ya, secara menyeluruh. Tidak setengah-setengah, tidak berubah-ubah. Seorang muslim harus teguh pada pendiriannya, harus teguh pada prinsip yang telah diimaninya. Seberat apapun resikonya, harus  tetap konsisten pada jalan kebenaran. Budaya sekulerisme, yakni pemisahan masalah agama dan dunia bukanlah dari islam dan tidak pernah sesuai dengan nilai-nilai islam yang luhur.

Jadi muslim tidak hanya ketika di masjid saja. Ketika jadi seorang pedagang ia tetaplah seorang muslim yang harus berdagang sesuai aturanNya. Ketika menjadi guru ia pun tetap menunjukkan identitas kemuslimannya. Pun ketika menjadi pejabat juga harus tetap jadi seorang muslim yang terus berusaha menerapkan setiap syariatNya. “Isyhaduu bianna muslimun”(persaksikanlah bahwa saya seorang muslim).

Masih ingat dengan kisah Bilal yang tetap teguh mengucap “Ahad, ahad, ahad” disaat ditimpa dengan batu dan diajak untuk mengkufuri agama Allah? Ingat ketika Nabi ditawari kafir quraisy untuk menghentikan dakwahnya lalu ditolak dengan tegas, walau diletakkan matahari di tangan kanan dan rembulan di tangan kirinya niscaya ia tidak akan menghentikan dakwahnya! Setinggi apapun jabatannya tetap bila dalam sholat berjamaah ia harus mengikuti imamnya. Sebesar apapun popularitasnya tetap ia punya kewajiban berbakti pada kedua orangtuanya.

Bagi seorang muslim sejati, agama ini, keimanan ini, lebih berharga dari apapun. Bahkan lebih berharga dari harta dan jiwanya sendiri. Hingga tidak sepantasnya ia menukar ketaatan padaNya dengan segala kenikmatan dunia. Semoga kita semua dijaga untuk tetap istiqamah dalam ketaatan padaNya. Aamiin