Total Tayangan Halaman

Jumat, 09 Agustus 2013

Memang Tak Mudah untuk Mengingatkan



Ada yang berbeda dari Ramadhan tahun ini. Bila biasanya Ramadhan dengan keluarga di Blora, kali ini hampir sebulan saya habiskan hari-hari Ramadhan di Jogja, lebih tepatnya di pondok pesantren Al Barokah tempat saya berteduh dan menimba ilmu agama. Memang Ramadhan ini di pondok saya semakin padat kegiatannya. Mulai dari ngaji kitab, ngaji qur’an, tarawih, tadarrus, hingga beberapa perlombaan yang diselenggarakan panitia Ramadhan pondok.
Kebetulan untuk tahun ini saya pribadi juga diminta membantu kepanitiaan yakni di bagian keamanan. Tugasnya sebenarnya simpel, hanya ‘ngoprak-oprak’(mengingatkan) santri lain untuk segera mengikuti berbagai kegiatan pondok. Mulai dari membangunkan sahur, mengingatkan Shubuh berjamaah, mengingatkan ngaji, tarawih, dan kegiatan-kegiatan Ramadhan lain yang sudah disiapkan panitia acara. Dengan tugas lainnya membuat jadwal piket lebaran.
Intinya saya harus memastikan santri mengikuti rangkaian kegiatan Ramadhan tepat pada waktunya. Di sini yang menjadi tanggung jawab saya hanya teman-teman sekomplek, yakni komplek Al-Fatih, sementara untuk komplek lain sudah ada penanggungjawab keamanannya masing-masing. Karena berjalannya ketika sudah mulai acara, di awal-awal rapat tidak ada kesulitan, tidak seperti bagian acara yang harus mengkonsep detail acara, atau humas yang harus mengurus perizinan dan menghubungi jamaah terkait ta’jil dan sejenisnya, kita tenang-tenang saja tak ada persiapan berarti karena memang tak membutuhkan persiapan.
Awalnya saya kira tugasnya akan ringan-ringan saja, karena memang tak serumit panitia lain seperti yang dari acara, humas, atau konsumsi, sangat simpel dan jelas tugas yang harus kami lakukan. Namun ternyata setelah dijalani, tak semudah yang dibayangkan. Butuh kesabaran ekstra untuk konsisten keliling ke kamar-kamar di komplek kami dan mengingatkan penghuni-penghuninya untuk mengikuti kegiatan-kegiatan pondok. Bagaimana tidak setiap hari harus keliling membangunkan sahur, shubuh, ngaji sore, ngaji ba’da maghrib, tarawih.
Untuk sehari saja paling tidak lima kali kami harus keliling mengingatkan teman-teman santri. Padahal tak hanya sehari, setiap hari sejak awal Ramadhan sampai akhir kami harus berulang-ulang mengerjakan tugas ini. Tentunya membutuhkan kesabaran lebih, dan tidak boleh bosan-bosan mengingatkan karena itulah yang sudah menjadi tugas keamanan.
Mungkin akan sedikit mudah bila yang diingatkan tanggap  dan langsung berangkat ketika kita ingatkan namun  masalahnya tidak semua santri bisa demikian. Pada kenyataannya kita harus menghadapi watak santri yang berbeda-beda. Ada yang ketika diingatkan langsung tanggap, tapi kebanyakan tidak menghiraukan, dan tak mau langsung bergerak mengikuti kegiatan pondok. Meski sudah diingatkan tetap saja bermalas-malasan tak mengindahkan ajakan kami, inilah yang terkadang membuat capek, apalagi setiap hari harus berhadapan dengan hal demikian.
Ketika kita coba memberi contoh dengan hadir lebih awal dikatakannya “Keamanan kok datang duluan? harusnya belakangan datangnya ingatkan teman-teman dulu baru berangkat!”. Ketika kita coba mengingatkan dengan lembut malah tak dihiraukan, dikatakannya “Kalau mengingatkan yang tegas donk! Kalau lembek gitu nggak akan dihiraukan”. Ketika kita coba untuk lebih tegas, hingga kadang memukul santri dengan sajadah malah dimarahi dan dikatakannya “Kalau mengingatkan yang sopan, tak perlu keras-keras!”. Lalu sebagian mencoba bijak menasihati “satu tauladan lebih baik dari seribu ucapan, daripada mengingatkan terus seperti itu lebih baik kamu beri contoh berangkat duluan!” Padahal sebelumnya sudah mencoba demikian dan hasilnya pun nihil.
Selalu berputar-putar seperti itu, semua yang kita kerjakan seakan tidak ada benarnya. Kalau mencoba memberi contoh, berangkat duluan dikatakan melalaikan tugas. Kalau mengingatkan secara lembut, dikatakan tak tegas. Kalau mengingatkan dengan tegas dikatakan tak sopan malah dikatakan lebih baik memberi contoh baik daripada mengingatkan terus. Tidak ada benarnya, semuanya terlihat salah dalam pandangan mereka.
Pada akhirnya saya pun belajar. Memang demikianlah karakteristik manusia ketika diajak atau diingatkan pada kebaikan. Tidak semuanya akan sanggup menerima dengan baik. Meskipun telah kita gunakan metode terbaik, akan selalu saja alasan untuk mengorek-ngorek cela kita. Dan pada akhirnya bila menuruti perkataan manusia tidak ada yang cukup benar untuk dilakukan.
Tugas kita sebenarnya hanyalah mengingatkan, dan terus mengingatkan. Adanya penolakan sudah menjadi hal yang wajar, dan jangan dijadikan alasan untuk berhenti mengingatkan. Tidak usah pedulikan komentar mereka, yang penting kita sudah mencoba mengingatkan dan menggugurkan kewajiban. Adapun mengenai hasil biar Allah yang menentukan, karena bukan hak kita pula memberi hidayah pada orang yang kita kehendaki.
Adanya penolakan hendaknya jangan terlalu dijadikan beban pikiran, susah sendiri jadinya. Tetap tenang dan terus mengingatkan, insya Allah dengan keistiqomahan kita itulah lama-kelamaan hati mereka bisa luluh dan beralih mengindahkan peringatan. Tugas kita hanya mencoba semaksimal mungkin untuk mengingatkan, jangan karena ada penolakan kita jadi futur dan merasa usaha kita tak ada gunanya. Sedikit banyak pasti berguna, entah sekarang atau nanti kita jangan tergesa-gesa mengharapkan hasilnya, sekali lagi fokus pada tugas bukan hasil.
Asal tugas sudah kita kerjakan dengan baik, maka sisanya tinggal tawakkal. Dan jangan lupa juga tetap didoakan, karena doa adalah senjata seorang mukmin. Setelah mencoba istiqomah, pada akhirnya terbukti beberapa anak ada yang mulai simpati bahkan akhirnya membantu kami untuk mengingatkan santri-santri lainnya. Inilah buah dari kesabaran itu, dengan terus bersabar ketika menghadapi berbagai gangguan dalam mengingatkan lama-kelamaan orang yang melihat kita akan bersimpati dan beralih mendukung usaha kita.
Apa yang kita lakukan ini tentu belum ada apa-apanya dibandingkan perjuangan Rasulullah dalam mendakwahkan islam pada ummatnya. Bahkan ia harus bersabar dalam mendakwahi mereka yang jelas-jelas masih dalam kekafirannya. Tak sekedar penolakan, bahkan sampai cemoohan, teror fisik, hingga upaya-upaya pembunuhan pun telah beliau alami. Namun semua itu tak membuatnya sedikit pun berkeinginan untuk berhenti berdakwah. Bahkan ketika ditawari harta, tahta dan wanita untuk menghentikan dakwahnya pun ditolaknya.
“Wahai paman, meski pun mereka meletakkan matahari di kananku dan bulan di kiriku agar aku berhenti dari da’wah ini, pastilah tidak akan kulakukan. Hingga nanti Allah Subhana Wa Ta’ala menangkan da’wah ini atau aku mati karenanya”, sabda beliau Shalallahu ‘alaihi wa sallam. Alangkah malunya diri ini bila melihat perjuangan beliau Shalallahu ‘alaihi wa sallam. Malu sekali bila baru mengingatkan sedikit kita sudah mundur karena mendapat penolakan. Malu bila berhenti mengingatkan hanya karena tak mendapatkan jawaban dari seruan.
Alhamdulillah, saya belajar banyak Ramadhan ini. Mulai sekarang tak perlu risau lagi ketika mendapat penolakan saat mengingatkan dan mengajak pada suatu kebaikan. Karena memang dakwah tidaklah cukup sekali dua kali mengingatkan namun sebuah proses panjang untuk mengubah dan memperbaiki pribadi individu-individunya. Ketika ditolak pun jangan pernah menganggap kita telah gagal sepenuhnya, dan telah sia-sia upaya kita karena barangkali dengannya suatu hari nanti hatinya akan luluh dan beralih mengerjakan kebaikan yang kita serukan.
 Batu yang keras pun bisa retak dengan tetesan-tetesan air yang berulang-ulang, seperti itu pula hati yang keras, dengan sedikit demi sedikit peringatan barangkali bisa berubah. Toh kalau pun pada akhirnya tak berubah, setidaknya Allah telah mencatat amal kita dan telah gugurlah kewajiban kita. Mudah-mudahan Allah anugerahkan kepada kita hidayah-Nya hingga senantiasa tergerak untuk melakukan perbaikan. Wallohua’lam bishshowwab ^^
“Sungguh telah datang kepadamu seorang rasul dari kaummu sendiri, berat terasa olehnya penderitaan yang kamu alami, (dia) sangat menginginkan (keimanan dan keselamatan) bagimu, penyantun dan penyayang terhadap orang-orang yang beriman.”
“Maka jika mereka berpaling (dari keimanan), maka katakanlah (Muhammad), ‘Cukuplah Allah bagiku; tidak ada tuhan selain Dia. Hanya kepada-Nya aku bertawakal, dan Dia adalah Tuhan yang memiliki ‘Arsy (singgasana) yang agung.”
Sigit Arif Anggoro



Selasa, 06 Agustus 2013

Bukber Farohis: Semoga Menjadi Awal Perbaikan

      Alhamdulillah, Selasa, 6 Agustus kemarin kita bisa dipertemukan lagi dengan rekan-rekan seperjuangan alumni Rohis SMA 1 Blora di rumah mas Siswanto, Jalan Gunung Wilis 49, Tempelan, Blora. Lumayan banyak yang hadir, ada dua puluhan lebih alumni yang datang dari berbagai angkatan berbeda dari yang lulusan 2006 sampai yang masih kelas 2 SMA.
      Ternyata SDM kita banyak ya? Selama ini kita kurang komunikasi dan koordinasi, jujur saya sendiri beberapa ada yang belum kenal dengan kakak-kakak alumni terutama yang angakatan atas. Terkadang ketika alumni pulang mereka bingung bila ingin berkunjung ke SMA harus berkoordinasi dengan siapa, sebaliknya terkadang kami yang pengurus aktif ini juga bingung ketika hendak mencarikan alumni yang kiranya masih bisa datang dan memberikan pembimbingan ke adik-adik pengurus Rohis. Ah, yang lalu biarlah berlalu, mudah-mudahan pertemuan kemarin bisa menjadi awal untuk koordinasi yang lebih baik lagi antar alumni.
      Sebenarnya acara dimulai sore pukul 16.00 WIB, tapi berhubung kami ada undangan rapat fasmaba, baru bisa sampai di rumah mas Sis hampir pukul 17.00. Sudah ditunggu dengan ikhwah lain di sana, dan kita pun mulai berkenalan lagi satu persatu. Karena mulainya telat, kita baru berbincang-bincang sedikit adzan Maghrib sudah berkumandang. Pada akhirnya pembicaraan kita tunda untuk buka puasa dan sholat Maghrib. Ba'da sholat maghrib tuan rumah sudah menyediakan berbagai hidangan buka puasa untuk kita semua, Alhamdulillah semoga dibalas dengan kebaikan yang berlipat :)
      Setelah makan, kami lanjutkan diskusi membahas rencana dan strategi untuk kerja kita ke depannya. Sebenarnya memang tujuan awal bukan sekedar kumpul, dan temu kangen memang sekaligus digunakan untuk membahas koordinasi kita sesama farohis. Mau bagaimana lagi, kita memang organisasi dengan anggota yang tersebar di mana-mana, jarang bisa bertemu. Hanya di momen-momen libur lebaran seperti inilah kita bisa dipertemukan kembali, jadi waktu yang singkat ini harus kita gunakan sebaik mungkin untuk membahas rencana kerja kita ke depan nanti.
     Karena sudah memasuki waktu Isya' kami pun berembug mau melanjutkan diskusi atau isya' dan tarawih dulu. Namun karena memang mendesaknya diadakan diskusi ini, dan juga tidak memungkinkan bila dilakukan ba'da tarawih, mengingat yang akhwat tidak bisa pulang terlalu larut maka diputuskan kita sholat isya' saja, tanpa tarawih. Ba'da Isya' kami mulai lanjutkan diskusi membahas farohis.
    Dari permasalahan yang diuraikan mas Teguh, diantaranya ada rencana pembagian tugas masing-masing tingkat, tingkat 1-3 dan alumni, kemudian juga terkait keberadaan alumni yang memang beragam, ada yang mahasiswa baru, ada yang angkatan atas, ada yang sudah kerja di luar kota, ada yang di Blora. Memang sebenarnya yang menjadi masalah adalah pada liqo'an adik-adik pengurus Rohis, dari kalangan kami yang mahasiswa ini tentunya sulit untuk bisa terus hadir tiap minggunya untuk mengisi liqo', dari mas Teguh sendiri mengusulkan dibuat bergantian, digilir dari rekan-rekan alumni yang ada.
    Namun setelah berdiskusi lebih jauh, kita akhirnya menyimpulkan beberapa solusi, yakni dengan mengaktifkan lagi peran alumni yang di Blora untuk mengisi liqo' adik-adik Pengurus baik kelas 2 maupun kelas 3. Karena kebetulan sekarang mas Sis berdomisili di Blora, maka beliau lah yang coba kita mintai bantuan untuk mengisi liqo' lagi pada adik-adik pengurus, yang ikhwan dengan mas Siswanto, yang akhwat dengan mbak Ita. Karena memang intinya yang dibutuhkan mereka adalah pembimbingan penuh, bahkan sampai hal teknis perlu dibimbing, untuk itu hadirnya murabbi yang bisa intens hadir sudah menjadi keniscayaan.
    Lalu apa peran rekan-rekan alumni yang lain? Kita bisa berperan dalam membantu merancang kaderisasi mereka dan membantu mengisi di event-event tertentu, maupun merancang kegiatan yang kiranya bisa menarik kader dan menjaga agar tetap mencintai kegiatannya di Rohis SMA 1 Blora ini. Alumni yang di Blora sebagai source, kita yang kuliah ini bisa menyumbangkan ide-ide kreatifnya untuk menarik dan menjaga kader, mungkin juga membantu mereka di masalah organisasinya. Kalau saya tangkap intinya kita yang mahasiswa ini yang merancang event-event pentingnya, sedangkan alumni yang di Blora untuk yang memberi pembimbingan secara kontinyu.
    Selain itu pembuatan database alumni juga kiranya diperlukan. Dengannya kita bisa mengetahui kapasitas masing-masing alumni, dan kontribusi yang bisa disumbangkan pun bisa berbeda-beda. Mungkin nanti yang sudah bekerja bisa menyumbangkan dananya, yang mahasiswa menyumbangkan ide, dan mengisi motivasi saat pulang ke Blora, bahkan bisa juga menyumbangkan ilmunya lewat tulisan. Pengaktifan kembali web rohis sangat diperlukan agar kita bisa terus mengupdate kegiatan apa saja yang sudah dilaksanakan atau hendak dilaksanakan Rohis. Kalau dari usulan mas Sis nanti webnya dijadikan satu saja antara Rohis dan farohis, mungkin bisa dibuat kolom farohis dari web Rohis.
    Sedangkan untuk komunikasi sesama alumni mungkin ke depan kita bisa gunakan grup facebook farohis. Harapannya nanti bisa lebih aktif lagi untuk mengupdate kegiatan-kegiatan masing-masing. Mudah-mudahan dari pertemuan singkat ini dapat menjadi langkah awal untuk membantu memperbaiki Rohis SMA 1 Blora, baik organisasi maupun kader-kadernya agar dakwah di SMA 1 dapat semakin baik dan berkembang.. Semoga diberi kelancaran.. Aamiin (Sigit)

Kamis, 01 Agustus 2013

Ramadhan Bulan Tarbiyah


by: Sigit
Kehadiran bulan Ramadhan merupakan anugerah besar yang telah Allah berikan kepada umat manusia. Inilah bulan diturunkannya Qur’an, dilipatgandakannya pahala, dibukanya lebar-lebar pintu taubat, serta dibukanya pintu surga. Inilah kesempatan yang tepat untuk benar-benar bertaubat, inilah momen yang tepat untuk semakin mendekat kepada-Nya. Inilah bulan tarbiyah, dimana kita di’gembleng’ sebulan penuh untuk mengoptimalkan amal shalih dan menjauhi segala perbuatan yang tidak bermanfaat lebih-lebih maksiat. Banyak hal yang dapat kita ambil pelajaran dari kehadiran bulan Ramadhan ini.
Di bulan inilah kita dilatih untuk sabar. Mulai dari sabar menahan makan, minum dan segala perkara yang membatalkan dari terbitnya fajar sampai terbenam matahari. Sabar untuk menjauhi segala hal yang bisa mengurangi pahala puasa. Sabar dalam memperbanyak amal-amal shalih, seperti memperbanyak tadarrus, sholat malam (tarawih), dan ibadah-ibadah lain yang pada umumnya tidak kita lakukan di bulan-bulan selain Ramadhan.
Semua orang yang beriman pasti diuji kesabarannya, tak terkecuali para Nabi dan Rosul, justru mereka yang paling berat ujiannya dan paling besar kesabarannya. Kualitas keimanan seseorang dapat dilihat sejauh mana ia mampu bersabar ketika diuji. Sedangkan sabar sendiri dibagi tiga, sabar dalam menjalankan ketaatan, sabar dalam menjauhi maksiat dan sabar ketika ditimpa musibah. Tentu bila dibandingkan ujian para Nabi, perintah puasa sebulan penuh ini tidak ada apa-apanya, kesabaran yang dilakukan pun masih jauh dari kesabaran mereka dalam mengemban risalah.
Setidaknya ini memberikan gambaran, bahwa memang seorang muslim yang ingin mulia di akhiratnya harus mampu bersabar dalam segala hal di dunianya. Dunia ini bukan tujuan akhir, inilah sarana kita untuk menanam, beramal shalih, berjihad di jalan-Nya dan mencari keridhoan-Nya. Bagi seorang muslim lelah sebentar di dunia tidak menjadi masalah karena di akhirat nanti disempurnakan balasan atas segala amal shalihnya, lebih baik sabar sekarang daripada menyesal esok hari. Hanya dengan bersabar menempuh jalan-Nya inilah kita mampu meraih kebahagiaan sempurna di akhirat nanti.
Selain sabar kita juga belajar ikhlas di bulan ini. Karena di bulan inilah sebulan penuh kita puasa, sedang puasa itu sendiri tidak ada yang tahu kecuali kita dan Allah. Bahkan Allah sendiri yang menilai dan memberi pahala atas puasa kita. Bila kita mau mungkin kita bisa diam-diam membatalkan saat orang lain tak melihat. Namun nyatanya kita tetap bertahan meski tidak ada yang melihat karena memang puasa kita bukan sesuatu yang hendak dipamer-pamerkan melainkan hanya untuk Allah semata.
Di sinilah kita belajar muraqabah, merasa selalu diawasi oleh-Nya. Meskipun tidak ada yang melihat kita tetap menjaga puasa kita karena tahu Allah sendiri yang mengawasi kita dan akan menilai puasa kita. Di sinilah kita belajar ihsan, yakni engkau beribadah kepada Allah seakan-akan melihat-Nya, bila tidak mampu melihat-Nya maka sesungguhnya Dia(Allah) melihat kita.
Perasaan merasa selalu diawasi inilah yang begitu penting untuk dimiliki setiap insan. Karena dengannya lah kita akan tetap teguh berbuat benar meski tidak ada orang yang melihat. Dengannya lah kita tetap jujur dan tidak mencontek saat ujian meski tidak ada petugas yang melihat. Dengannya kita tetap jujur dan tidak korupsi ketika diberikan suatu amanah yang berkaitan dengan dana. Dengannya seorang pedagang tidak mengurangi timbangannya untuk mencari keuntungan secara curang. Semuanya tetap berbuat adil meski tidak ada yang melihat karena tahu sebenarnya Allah senantiasa melihat amal-amal kita.
Selain itu kita juga belajar untuk lebih peka di bulan Ramadhan ini. Dengan langsung merasakan laparnya hari-hari puasa kita harusnya sadar, betapa tidak mudahnya apa yang dirasakan mereka yang kekurangan. Kita berpuasa dari fajar hingga maghrib, lalu setelahnya bisa berbuka dengan makanan yang enak-enak? Namun bagaimana dengan kondisi mereka?
Mereka lapar karena memang tak ada yang bisa dimakan, pun kalau sudah bisa makan hanya makanan seadanya yang bisa mengganjal perutnya. Kita puasa hanya sebulan ini, sedang mereka berpuasa di bulan-bulan lainnya karena memang tak punya sesuatu untuk dimakan. Kita puasa justru menghamburkan banyak uang untuk sekedar berbuka, namun mereka di sana justru tidak terpikirkan. Sungguh puasa kita ini tidak ada apa-apanya dibandingkan penderitaan mereka di bulan-bulan lain.
Maka dari itulah setelah puasa disyariatkan zakat, supaya kita sadar dalam harta kita ada hak mereka yang membutuhkan. Di luar sana ada orang-orang yang masih membutuhkan uluran tangan kita. Harusnya kita mampu disadarkan dengan puasa ini, namun bila sampai akhir tidak sadar itu berarti kita masih kurang peka, kurang mampu menangkap hikmah-hikmah dibalik syariat puasa Ramadhan ini. Di sinilah kita diingatkan untuk lebih peka, membantu dan menyantuni yang kekurangan, bukannya menumpuk harta yang telah Allah berikan.
Begitu banyak pelajaran yang bisa diambil dari Ramadhan. Kita banyak berlatih di bulan ini, maka alangkah ruginya orang yang sudah dilatih namun masih belum mampu berubah. Alangkah ruginya yang tidak mampu mengambil pelajaran dan tidak mampu berubah setelah dididik di bulan Ramadhan. Semoga kita termasuk yang mampu mengambil pelajaran dan berubah lebih baik lagi pada hari-hari setelah Ramadhan. Keep istiqomah!
Wallohua’lam bisshowwab