by: Sigit (farohis '12)
Sungguh miris bila
melihat mental pemuda/i muslim di era ini. Hidupnya hanya berputar pada hal-hal
yang lebih banyak mudhorotnya. Seperti dalam siklus ‘pacaran’, mulai dari pedekateà jadian àkonflikàputusàganti
pacar, yang semuanya akan mengarah pada kata ‘galau’. Mirisnya lagi hampir
seluruh hidupnya akan diabdikan pada si ‘dia’ yang belum tentu juga jadi
jodohnya. Seolah-olah hidup ini cuma untuk si ‘dia’.
Tak Cuma hidup,
sampai mati pun rela asal untuk si ‘dia’. Mau makan ingat si ‘dia’, mau tidur
ingat si ‘dia’, sedang sedih ingat si ‘dia’ (jadi mirip lagu ya). Lalu dimana
Allah? Seakan-akan si ‘dia’ telah menjadi ‘ilah’ lain selain Allah,
na’udzubillah. Padahal seharusnya hanya u/ Allah, Rasul dan agamaNyalah hidup
dan mati kita. “Katakanlah (Muhammad), “Sesungguhnya salatku, ibadahku, hidupku
dan matiku hanyalah untuk Allah, Tuhan seluruh alam.”(QS Al-An’am 162)
Alangkah ruginya,
mengorbankan waktu, dana, tenaga, bahkan agama dan kehormatannya hanya untuk
mencari keridhoan manusia yang belum tentu jadi jodohnya. Anehnya sudah tahu rugi,
setelah putus cinta tak jua ‘sadar’ malah mencari mangsa lainnya,
na’udzubillah. Padahal sudah jelas perintahNya untuk tidak mendekati zina.
Semua peringatan tidak diindahkan, entah karena tak tahu atau sengaja tak mau
tahu.
Input Bobrok
Tak aneh bila
sering kita temukan remaja bermental demikian karena sejak awal ‘inputnya’
memang sudah bobrok. Mulai dari lagu-lagu yang kebanyakan memang bertemakan
percintaan yang galau, cengeng, perselingkuhan dan sejenisnya. Hingga
tayangan-tayangan di TV dan tabloid remaja yang kebanyakan bertema serupa. Yang
lebih miris lagi sampai lagu anak-anak pun bertemakan percintaan,
na’udzubillah.
Dalam sinetron,
anak SD saja sudah bisa pacaran. Artis-artis cilik pun (afwan) bukannya memberi
contoh yang baik malah mempromosikan lagu-lagu dewasa yang bertemakan serupa.
Tak aneh bila sekarang kita temui banyak anak SD sudah berani pacaran,
na’udzubillah. Entah mengapa ‘virus’ ini terus menyebar di negeri kita
tercinta.
Mau dibawa kemana?
Bila mental
pemudanya sudah demikian, lalu mau dibawa kemana masa depan agama, bangsa dan
negara ini? “Pemuda sekarang adalah pemimpin esok hari”. Lalu bila pemudanya
demikian akan seperti apa hari esok untuk negeri ini?? Padahal masih banyak
yang harusnya disiapkan, masih banyak yang perlu dipikirkan oleh para pemuda.
Pemuda dahulu
selalu menjadi tonggak perubahan, penegak keadilan, pionir dari perbaikan
bangsa ini. Mulai dari sumpah pemuda, peristiwa rengasdengklok, runtuhnya orde
lama, runtuhnya orde baru dan bangkitnya reformasi semua dipelopori oleh
pemuda. Lalu bagaimana nasib bangsa ini bila pemudanya sudah ‘mlempem’ dan
tidak peduli lagi pada yang lain selain si ‘dia’? Tidak kritis lagi karena di
otaknya hanya memikirkan bagaimana menarik perhatian si ‘dia’?Na’udzubillah.
Pantas saja kasus
korupsi semakin menjadi-jadi, karena para pemudanya sudah tak lagi peduli.
Pantas saja kekayaan bangsa sering dieksploitasi ‘asing’ karena pemudanya tak
mau memikirkan cara untuk mengelolanya sendiri. Pantas saja, kasus narkoba tak
ujung tuntas karena pemudanya tak merasa perlu untuk segera menuntaskan, bahkan
malah terjebak jadi penggunanya. Pantas saja kasus pelecehan seksual hingga
aborsi tak kunjung henti karena pemudanya tak pernah memikirkan solusi justru
terlibat didalamnya.
Itu baru masalah
di dalam negeri. Lalu bagaimana dengan nasib muslim di negeri lainnya?
Bagaimana dengan Gaza? Suriah? Rohingnya? Kapan terpikirkan untuk memberi
bantuan bila di pikirannya hanya ada si ‘dia’ dan ‘dia’ seorang? Wahai, sudah
seegois itukah pemuda-pemudi kita??
Solusi
Bila benar-benar
ingin menyelamatkan negeri ini maka seharusnya masalah ini tidak dianggap
sebagai hal sepele. Kita merindukan sosok pemuda muslim yang teguh dengan
idealismenya. Kita merindukan sosok pemuda yang kritis dan selalu
memperjuangkan kebenaran. Kita merindukan sosok pemuda muslim yang kreatif,
solutif dan cerdas dalam menyelesaikan segala permasalahan.
Sekali lagi semua
berawal dari input. Bila diinginkan ‘output’ pemuda muslim yang anti galau maka
media sebagai ‘input’ pun harus merevolusi diri, dan beralih menampilkan
tayangan/tulisan yang positif. Pemuda muslim harus kembali lagi didekatkan pada
agamanya. Dikenalkan pada Qur’an dan sunnah-sunnahNya. Wallohua’lam bisshowwab
Oleh: Sigit Arif Anggoro